Pro dan Kontra Pengajaran Mambaca Pada Anak Usia Dini

Aktivitas mengajarkan membaca pada Pendidikan Anak Usia Dini sampai sekarang masih menjadi pro dan kontra.

Pengaruh Media Terhadap Anak

Anak-anak kita memang lahir dalam kondisi sudah terkepung oleh media, baik televisi, videogame, HP maupun VCD/DVD.

Analisis SWOT Lembaga PAUD

Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan.

TOTALITAS

PAKAR PARENTING

ORGANISATORIS

AKTIVIS PEREMPUAN DAN ANAK

PROFESIONAL

PSCYCHOLOGICAL MOTIVATOR

Photo Gallery

Latest Updates

Minggu, 04 September 2016

Pro dan Kontra Pengajaran Mambaca Pada Anak Usia Dini


*Suwarsi
Aktivitas mengajarkan membaca pada Pendidikan Anak  Usia Dini sampai sekarang masih menjadi pro dan kontra, masing-masing punya alasan baik yang pro  maupun yang kontra. Bagi yang tidak setuju, lebih banyak dipengaruhi teori psikologi perkembangan Jean Piaget yang selama ini menjadi rujukan utama kurikulum di TK dan bahkan pendidikan secara umum. Anak-anak pada usia di bawah 7 tahun tidak boleh diajari membaca, menulis dan berhitung karena menurut Piaget pada usia di bawah 7 tahun anak belum mencapai fase operasional konkrit. Fase operasional konkret adalah fase di mana anak sudah bisa berpikir terstruktur (Ormrod, 2008).
              Sementara kegiatan membaca, menulis dan berhitung (Calistung) dianggap sebagai kegiatan yang memerlukan cara berpikir terstruktur, sehingga kegiatan ini tidak boleh diberikan pada anak usia dini yaitu anak yang  berusia 0-6 tahun atau di bawah 7 tahun.  Calistung yang  diajarkan pada anak usia dini dikhawatirkan akan membebani otak anak sehingga dampaknya anak-anak akan mengalami kebosanan dan anak-anak akan membenci aktivitas belajar ini.
                   Pada pihak yang menyetujui  pemberian pembelajaran calistung pada anak usia dini didasari pada asumsi bahwa kurikulum kelas 1 SD hanya bisa diikuti oleh anak-anak yang sudah lancar membaca. Bagi anak-anak yang belum bisa membaca ketika masuk sekolah dasar maka akan sulit mengikuti pelajaran. Hal ini juga yang kemudian menimbulkan kegelisahan di kalangan orang tua ketika anak-anak mereka belum bisa membaca menjelang masuk sekolah dasar. Fenomena banyaknya SD yang dianggap sebagai sekolah unggulan mengadakan serangkaian tes  untuk menyaring calon-calon siswanya, yang seringkali hanya anak-anak yang sudah lancar membaca saja yang akhirnya mereka terima, menambah daftar hal yang menyebabkan beberapa pihak ini setuju dengan pembelajaran calistung (Siantayani, 2011).
              Sementara paradigma baru yang berkembang berdasarkan kajian ilmiah maupun bukti-bukti  empirik ditemukan tentang pentingnya memberikan stimulasi sejak dini untuk mengembangkan dan mengoptimalkan setiap aspek –aspek kecerdasan pada anak usia dini. Stimulasi identik dengan pemberian rangsangan yang berasal dari lingkungan di sekitar anak guna lebih mengoptimalkan aspek perkembangan anak (Mashar, 2008). Stimulasi yang dimaksud di sini juga termasuk dalam hal keaksaraan yang nantinya akan mempengaruhi kemampuan membaca anak. Pernyataan ini dipertegas oleh Weigel ( 2008 ) yang mengatakan bahwa lingkungan tambahan yang disiapkan di rumah dan sekolah untuk mengembangkan kemampuan literasi terbukti memberikan pengaruh positif dalam memberikan pengalaman yang optimal bagi anak dalam mengembangkan kemampuan membaca.
            Pada saat usia 0-6 tahun anak-anak mengalami masa emas (golden age) sehingga pada masa ini apa pun bisa diajarkan kepada anak termasuk membaca, menulis, maupun berhitung karena pada masa ini anak mengalami perkembangan otak yang maksimal.  Masa ini kemudian juga dikenal sebagai periode dimana  aspek-aspek  yang spesifik  dalam perkembangan anak sangat rentan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan (Ormrod, 2008).
Periode kritis adalah masa-masa ketika pembelajaran mudah dilakukan dan setelah periode kritis lewat, belajar menjadi sesuatu yang sulit (bahkan tidak mungkin). Periode tersebut diilustrasikan dengan kisah  bayi burung gereja belajar berkicau dengan baik jika mereka dipaparkan pada kicauan burung dewasa selama anak burung itu belum belajar terbang, yang jika dalam jangka waktu itu  anak burung belum belajar berkicau, mereka tidak akan pernah mampu berkicau secara sempurna. Inilah gambaran periode kritis pada burung gereja (Santrock, 2007).
Keterampilan bahasa anak berkembang pesat dan penguasaan kosakata yang meningkat memungkinkan mereka mengekpresikan dan memikirkan beragam obyek dan peristiwa pada tahap pra operasional yang terjadi pada periode kritis ini. Bahasa  juga menjadi dasar bagi bentuk interaksi sosial yang baru yakni komunikasi verbal. Pada tahap ini anak-anak juga dapat mengekspresikan pemikiran-pemikiran mereka dan juga menerima informasi  yang sebelumnya tidak mungkin terjadi (Ormrod, 2008).
Anak-anak merupakan pribadi yang siap untuk terus-menerus belajar sepanjang kita menyediakan kesempatan yang tepat untuknya (Powel, 2010). Monks, Knoers, & Haditono (dalam Mashar, 2008) menyatakan bahwa pemberian stimulasi yang tepat dapat mempertinggi kemampuan aspek-aspek perkembangan, namun apabila stimulasi yang diberikan tidak tepat, akan memberi akibat yang tidak baik.
Anak-anak seharusnya tidak dipaksa dan ditekan untuk belajar terlalu banyak dan terlalu dini dalam perkembangan mereka sebelum siap dan matang. Banyak orangtua menghabiskan berjam-jam setiap harinya memegang kartu-kartu bertuliskan kata-kata tertentu untuk meningkatkan kosakata baru. Dalam pandangan penganut paham Piaget, hal tersebut bukanlah cara terbaik anak belajar. Penekanan semacam itu menimbulkan beban dalam mempercepat perkembangan intelektual, menjadikan proses pembelajaran bersifat pasif dan tidak membawa hasil yang diharapkan (Santrock, 2007).
Pada masa anak usia dini, saat periode kritis berlangsung, merupakan saat yang tepat untuk mengajari mereka berbagai hal termasuk membaca, meskipun pemberian pembelajaran terhadap anak usia dini tidak boleh keluar dari prinsip-prinsip pembelajaran pada pendidikan anak usia dini yaitu bahwa pembelajaran harus dilakukan dengan cara bermain dan menyenangkan. Hanya dengan bermain anak-anak akan merasa senang, nyaman, bebas bereksplorasi dan bebas berekspresi sehingga belajar akan lebih efektif. Comenius (dalam Suryabrata, 2006) menyatakan bahwa di sekolah harus diberikan bahan pelajaran (bahan pendidikan) yang sesuai dengan perkembangan jiwa anak dan harus dipergunakan cara-cara mendidik yang sesuai dengan perkembangan jiwa anak.
                   Metode yang tepat dan disampaikan dengan bermain ini akan menghilangkan kekhawatiran bahwa anak akan terbebani otaknya, mengalami kebosanan dan akhirnya membenci aktivitas belajar (Siantayani, 2011). Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak ditemui guru atau pendidik PAUD yang mengajarkan membaca ini dengan metode yang kurang tepat karena kurang memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran pada anak usia dini, aspek-aspek perkembangan anak dan aspek-aspek psikologis anak usia dini.
                   Kebanyakan metode pengajaran membaca diajarkan dengan cara-cara konvensional di mana anak harus duduk kemudian dihadapannya ada buku atau dengan cara-cara yang kurang menyenangkan bagi anak. Sehingga diperlukan metode pengajaran membaca pada anak yang memberikan kesempatan pada anak untuk aktif dan ekspresif dan dengan penyampaian yang menyenangkan sehingga anak merasa tidak bosan. Di samping itu sebuah metode pengajaran membaca yang mampu mengakomodasi anak dengan berbagai gaya belajar baik visual, auditori maupun kinestetik. Hal ini akan menjadikan belajar membaca akan lebih efektif karena ketika guru mengajar dengan gaya belajar sama dengan yang dimiliki oleh anak maka akan membuat pembelajaran itu efektif (Chatib, 2011). Sementara kebanyakan metode membaca hanya mengakomodasi anak-anak dengan gaya belajar visual saja.
                   Metode pengajaran membaca yang menyenangkan ini menjadi sangat penting bagi anak karena ketika anak mempunyai pengalaman belajar membaca yang menyenangkan maka hal ini akan berdampak pada kecintaan anak pada aktivitas membaca sehingga anak tidak hanya bisa membaca tetapi suka membaca. Sebaliknya ketika anak mempunyai pengalaman belajar membaca yang tidak menyenangkan atau membosankan bahkan dengan dipaksa dan dalam keadaan tertekan maka anak hanya akan bisa membaca tetapi tidak suka membaca.Ketidaksukaan anak dengan aktivitas membaca ini tentu akan sangat berbahaya bagi anak di kemudian hari terutama pada jenjang pendidikan di atasnya mengingat kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang studi, apabila anak tidak memiliki kemampuan ini maka dikhawatirkan akan mengalami kesulitan dalam mempelajari berbagai bidang studi.
``                 Gerakan PAUD Nasional mencita-citakan anak-anak Indonesia sebagai insan cerdas komprehensif. Cerdas komprehensif artinya cerdas secara menyeluruh dari berbagai aspek baik sikap,pengetahuan dan ketrampilan seperti yang dicanangkan oleh kurikulum PAUD 2013. Anak-anak yang beriman yang mampu menyongsong masa depannya, bisa bersaing dan tangguh menghadapi tantangan globalisasi, mampu menjadikan bangsanya menjadi bangsa besar yang disegani oleh bangsa-bangsa lain.

                                                                      *Suwarsi, S.Si, M.Si
                                                                          Alumnus S2 Psikologi Pendidikan UMS
                                                                       Pengelola KBIT & TKIT Insan Kamil Karanganyar
                                                                       Ketua Himpaudi Kabupaten Karanganyar periode 2006-2015
Cat: keluar edisi maret


       Sumber / Referensi:
       Ormrod, J.2008. Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang.Jakarta: Airlangga.
       Siantayani, Y.2011. Persiapan Membaca Bagi Balita. Yogyakarta:Krizter Publiser.
       Mashar, R.2008. Pengaruh Stimulasi “Aku Anak Ceria”Terhadap Peningkatan Emosi Positif Anak Usia Dini. Humanitas. Vol5.No.2, Agustus 2008, hal 149-164.
       Weigel, J. Lowman,J & Martin, S. 2007. “Langange Development in The Year Before School: A Comparison of Developmental Assets in Home and Child Development and Care”. Vol 177 No . 6 & 7.PP 719-734
       Chatib, M. 2012.Orang Tuanya Manusia. Jakarta: Mizan Media Utama.
      


Rabu, 31 Agustus 2016

Pengaruh Media terhadap Anak




            Anak-anak kita memang  lahir dalam kondisi sudah terkepung oleh media, baik televisi, videogame, HP maupun VCD/DVD. Media ini memberikan pengaruh positif sekaligus pengaruh negatif pada anak. Pengaruh positif media pada anak yaitu : media bisa menjadi sumber informasi yang aktual tentang sejarah, budaya, pendidikan, motivasi, inspirasi, hiburan dan kebersamaan. Sementara pengaruh negatif media adalah pornografi / pornoaksi, kekerasan (perilaku agresi, bahasa kasar), kesehatan (obesitas, gangguan mata), konsumerisme dan mistik. Sementara di sisi lain kita mengetahui bahwa anak adalah peniru yag ulung, apa yang dia lihat maka itu pula yang akan dia lakukan (children see children do).
            Sebagai guru maupun orang tua anak, kita memang harus bersikap bijak dalam memperlakukan media untuk kebutuhan  anak-anak kita ini. Karena kalau tidak maka yang terjadi adalah kerugian bahkan bahaya bagi anak dan pada akhirnya akan mengganggu perkembangannya dari berbagai aspek di kemudian hari. Terutama ketika anak-anak ini sudah kecanduan dengan penggunaan media terutama terkait dengan game atau yang lebih membahayakan lagi ketika mereka sudah kecanduan konten-konten yang berbau pornografi.
 Ada beberapa perilaku anak terkait dengan game ini yang harus diwaspadai guru maupun orang tua yaitu :
a.       Ketika keasyikan dengan games itu anak jadi kehilangan minat dalam kegiatan lain.
b.       Anak  tidak lagi suka bergaul atau bermain dengan teman sebaya.
c.        Anak cenderung bersikap membela diri dan marah ketika ada upaya lain untuk mengurangi atau menghentikan penggunaan games.
d.       Anak berani berbohong atau mencuri-curi waktu untuk bermain game.

Hal-hal di atas ketika terjadi pada anak kita maka ini adalah tanda bahwa mereka membutuhkan bantuan agar tidak terlanjur kecanduan games ini. Sebenarnya permainan games ini tidak selalu berdampak negatif bagi anak, terutama games yang sifatnya mebangun (konstruktif), adapun manfaat games diantaranya adalah ketrampilan penguasaan teknologi yang lebih baik, melatih kecekatan anak, melatih fokus perhatian/konsentrasi anak, meningkatkan penggunaan dan penguasaan  bahasa inggris, melatih pemecahan masalah dan penggunaan logika, serta meningkatkan ketrampilan motorik halus dan spasial pada anak. Namun selain dampak positif di atas dampak negatif dari games ini tidak bisa kita abaikan begitu saja. Adapun dampak negatif yang dimaksud diantaranya adalah permainan games ini akan mendorong rasa penasaran anak sehingga menjadi ketagihan/ kecanduan, games kekerasan menyebabkan tingkat agresifitas lebih tinggi, games dapat mengganggu sistem belajar dan menurunkan kemampuan sosial pada anak.
            Selain permainan games, pengaruh media lain yang perlu diwaspadai adalah tayangan televisi. Adapun dampak negatif dari tayangan televisi terhadap perkembangan anak di antaranya adalah:
Pertama, waktu menonton yang berlebihan, anak-anak seringkali lupa waktu ketika sudah berada di depan televisi. Hal ini mengakibatkan anak tidak menghargai waktu dan cenderung membangun kebiasaan menyia-nyiakan waktu untuk aktivitas yang tidak begitu penting. Padahal seharusnya seorang anak bisa melakukan banyak aktivitas / kegiatan yang dapat mematangkan berbagai aspek perkembangan dalam dirinya.
Kedua, Berpengaruh terhadap perkembangan otak. Dampak dari tayangan televisi terhadap perkembangan otak anak usia 0-3 tahun adalah  menimbulkan gangguan perkembangan bicara, menghambat kemampuan membaca-verbal maupun pemahaman. Juga, menghambat kemampuan anak dalam mengekspresikan pikiran melalui tulisan, meningkatkan agresivitas dan kekerasan dalam usia 5-10 tahun, serta tidak mampu membedakan antara realitas dan khayalan. Ketidakmampuan seorang anak dalam membedakan antara realitas dan khayalan ini sangat membahayakan dirinya. Salah satu kasus yang pernah terjadi adalah terjunnya seorang anak dari lantai dua ke lantai dasar setelah melihat tokoh batman yang bisa terbang. Dalam benak anak jika berpakaian seperti batman dia juga bisa terbang.
     Ketiga, banyaknya acara televisi yang tidak sesuai dengan usia anak. Sayangnya acara-acara ini justru tayang pada saat prime time sehingga peluang anak melihat lebih besar. Ketika anak-anak menonton acara yang tidak sesuai dengan usia mereka maka dampaknya adalah anak akan lebih cepat dewasa atau dewasa sebelum waktunya. Kita bisa melihat di sekitar kita, bagaiamana anak-anak TK sudah mengenal kata pacaran, cinta, dan istilah-istilah yang lain yang seharusnya belum mereka kenal sebagai dampak dari menonton sinetron yang  tidak sesuai dengan usia mereka. Yang lebih berbahaya lagi adalah ketika mereka meniru adegan-adegan yang mereka lihat di televisi dan sebagai akibatnya seperti yang sering kita lihat sekarang ini, anak menjadi pelaku dan sekaligus korban perilaku-perilaku seksual. Persaingan bisnis semakin ketat antar Media, sehingga mereka sering mengabaikan tanggung jawab sosial,moral & etika.
Keempat, Banyaknya acara televisi yang miskin akan nilai-nilai edukasi baik moral maupun agama. Tayangan-tayangan sinetron atau film atau hiburan – hiburan yang mengajarkan kekerasan, mistis, horor, pornografi maupun pornoaksi sangat meresahkan kita baik sebagai pendidik maupun sebagai orang tua.
Kelima, dampak sinar biru pada layar televisi  akan mempengaruhi fokus perhatian anak dalam belajar dan ketahanan dalam membaca. Semakin sering dan semakin lama anak menonton televisi maka semakin akan berkurang kemampuan fokus perhatian atau konsentrasi belajar anak. Dan anak pun semakin tidak tertarik dengan aktivitas membaca karena mereka biasa melihat obyek yang bergerak sehingga ketika melihat tulisan di buku serasa tidak ada daya tariknya.
      Keenam, Mengurangi kreativitas. TV menjadikan anak-anak kita tidak tertarik dengan aktivitas bermain atau melakukan kegiatan yang lain. Hal ini menjadikan mereka individualistis dan menyendiri . Setiap kali mereka merasa bosan, mereka tinggal memencet remote control dan langsung menemukan hiburan. Sehingga waktu liburan, seperti akhir pekan atau libur sekolah, biasanya kebanyakan diisi dengan menonton TV. Mereka seakan-akan tidak punya pilihan lain karena tidak dibiasakan untuk mencari aktivitas lain yang menyenangkan. Ini membuat anak tidak kreatif.
Apa yang bisa kita lakukan untuk mengatasi pengaruh negatif dari games dan televisi ini? Beberapa ahli menyebutkan ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk meminimalisir pengaruh media terutama TV dan games ini, yaitu
Pertama, adanya pembatasan waktu dan aturan yang jelas mengenai lamanya menonton televisi kapan dan jenis-jenis tontonan televisi yang sesuai dengan usia anak-anak. Hal ini akan membantu dan mendidik anak untuk dapat menata waktu dan belajar memilih tontonan yang bermanfaat atau tidak bermanfaat bagi mereka sesuai usianya.
Kedua, mengarahkan anak kepada kegiatan lain seperti  olah raga, membaca, sepak bola, berkebun, pergi ke pantai, ke gunung, ke sungai atau aktivitas lainnya. Pengalihan aktivitas ini berfungsi untuk mengembangkan minat dan bakat anak-anak sejak dini , menggali dan mengembangkan potensi anak dan  anak  belajar berkomunikasi  serta bersosialisasi dengan teman-teman sebaya atau orang dewasa yang lain.
Ketiga, pendampingan orang tua terhadap anak ketika mereka melihat TV dan menjadikan tontonan sebagai media pembelajaran.
Keempat,menghindari anak dari tontonan televisi yang mengajarkan tentang pacaran atau hal-hal terkait dengan pornografi dan pornoaksi. Pornografi dan pornoaksi adalah salah satu sebab kebobrokan moral dan mental yang dialami generasi muda di negri ini. Oleh karena itu butuh upaya keras dan sungguh-sungguh dari berbagai pihak untuk membentengi generasi muda dari kerusakan yang disebabkan oleh hal ini.
Kelima, bangun suasana rumah yang hangat dan penuh kegembiraan sehingga anak merasa nyaman dan bahagia berinteraksi dengan orang tua dan lingkungan sekitar. Kehangatan keluarga menjadi faktor yang penting bagi perkembangan jiwa anak. Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga yang miskin akan cinta, kasih sayang dan kehangatan adalah anak-anak yang berpotensi kecanduan terhadap games dan tayangan televisi.
Keenam, memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil peran kepemimpinan dan mengarahkan orang lain sehingga ia mampu menyalurkan kebutuhan akan kekuasaan secara positif.
Ketujuh, memilih,mengawasi dan mendampingi anak dalam bermain games sehingga bisa dipastikan hanya games yang bersifat mendidik saja yang dimainkan anak.
Kedelapan, buat perpustakaan mini di rumah. Dengan disediakan buku-buku yang menarik dan media yang bisa membantu anak untuk meningkatkan kreativitas dan imajinasinya diharapkan akan membantu mengurangi ketergantungan anak terhadap games dan televisi.
Kesembilan, terus do’akan anak-anak kita. Semoga Allah selalu menjaga mereka dari segala pengaruh buruk yang ditimbulkan oleh lingkungan di sekitarnya.
Kesembilan  tips ini mudah-mudahan dapat meminimalisir pengaruh buruk dari media terutama games dan televisi terhadap anak-anak kita. Mari kita jaga dan lindungi anak-anak kita dari berbagai macam pengaruh buruk lingkungan. Untuk kepentingan bangsa dan negri ini ke depan, kita satukan langkah mengantarkan mereka menjadi generasi yang mampu membawa perubahan kebaikan dan menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang sejahtera, adil dan bermartabat di masanya.

dari berbagai sumber


*Suwarsi, S.Si, M.Si, CH, CHT

Tokoh Inspiratif Pendidikan JSIT Jawa Tengah  2015
Koordinator Jaringan dan Informasi  KP2A (Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak)  Kab. Kra
Konsultan psikologi  TKIT & SMPIT  Insan Kamil Karanganyar
Ketua Himpaudi  Kab. Karanganyar  periode 2006-2015



Analisis SWOT Lembaga PAUD


Kenali kekurangan diri agar tidak sombong dan ketahui kelebihan diri sendiri agar tidak rendah diri (anonim)

     Pendahuluan
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan  pada peletakan dasar ke arah  pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi,kecerdasan spiritual), bahasa dan komunikasi sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini. Pendidikan anak usia dini juga merupakan strategi pembangunan sumber daya manusia yang harus dipandang sebagai titik sentral yang fundamental dan strategis .karena para ahli psikologi perkembangan sepakat bahwa usia dini merupakan “the golden age” atau usia emas dalam tahap perkembangan hidup manusia. Dikatakan sebagai masa emas karena pada masa ini tidak kurang dari 100 milyar sel otak siap untuk distimulasi agar potensi kecerdasan anak dapat berkembang secara optimal di kemudian hari.
Dalam banyak penelitian juga menunjukkan bahwa 4 tahun pertama adalah masa-masa paling menentukan dalam membangun kecerdasan anak dibanding masa-masa sesudahnya. Artinya apabila pada masa tersebut anak tidak mendapatkan rangsangan yang maksimal maka potensi tumbuh kembang anak tidak akan teraktualisasikan secara optimal.(Sutaryati, 2006:10)
Pendidikan anak usia dini adalah adalah upaya pembinaan dan pengembangan segenap potensi secara optimal yang ditujukan bagi anak usia 0-6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangssangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (UU No 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas). Pemberian rangsangan pendidikan tersebut meliputi aspek spiritual, emosional, social,bahasa, kognitif dan psikomotorik. Dan perkembangan aspek-aspek inilah yang akan berpengaruh besar pada proses tumbuh kembang anak dan masa depannya. 
Mengingat begitu pentingnya pendidikan anak usia dini dalam menentukan kualitas sumber daya manusia ke depan ,maka Pendidikan anak usia dini ini seharusnya dikelola dengan optimal dari semua aspek baik dari aspek  SDM yang mengelola, manajerial lembaga, pendidik, karyawan maupun sumber daya yang lain.
Di sisi lain menjamurnya lembaga-lembaga pendidikan anak usia dini adalah satu hal yang sangat positif meskipun seharusnya diimbangi dengan kualitas pengelolaan dan pengembangan lembaga agar lebih maju dan siap untuk menghadapi tantangan zaman. Berdasarkan hal ini maka perlu berbagai strategi untuk meningkatkan mutu dan kualitas lembaga pendidikan anak usia dini. Penentuan pengembangangan lembaga ini sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor baik internal maupun eksternal.
Pengelolaan dan pengembangan lembaga memerlukan suatu perencanaan strategis ,yaitu suatu pola atau struktur sasaran yang saling mendukung dan melengkapi menuju ke arah tujuan yang menyeluruh. Metode perencanaan strategi yang terbukti mampu menganalisis lembaga dengan  efektif untuk mengetahui tentang kekuatan dan kelemahan lembaga, hal-hal yang mengancam keberlangsungan lembaga dan peluang lembaga untuk terus eksis adalah analisis SWOT.
            Analisis SWOT
Analisis SWOT (singkatan bahasa Inggris dari strength, weaknesses, opportunities dan threats) adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan,kelemahan,peluang dan ancaman pada sebuah proyek, lembaga, program maupun institusi.
Istilah SWOT dari perkataan Strength yang artinya kekuatan, weaknesses artinya kelemahan, opportunities artinya peluang dan threats artinya ancaman.
Strength atau kekuatan
adalah situasi atau kondisi , sda, sdm yang merupakan kekuatan dari lembaga. Strength ini bersifat internal.
Contoh :
1.      Guru banyak (kuantitatif) dan berpengalaman (kualitatif)
2.      Sarpras lengkap
3.      Lembaga unggulan
Weaknesses atau kelemahan
Adalah kelemahan yang terdapat di lembaga Weaknesses ini juga bersifat internal.
Contoh :
1.      Iklim di sekolah yang tidak kondusif
2.      Kepemimpinan yang kurang baik
3.      SDM kurang berkompeten
4.      Komunikasi yang kurang efektif antara pengelola dan pendidik/karyawan
Opportunities atau peluang
Adalah peluang-peluang dari luar lembaga yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan lembaga
Contoh :
1.Peluang kerjasama dengan lembaga profesional psikologi
2.Peluang menjadi lembaga percontohan
3. Peluang menjadi PAUD inklusi
Threats atau ancaman
adalah kondisi yang mengancam dari luar yang ketika tidak diantisipasi akan membahayakan keberlangsungan lembaga.
contoh:
1.      Anak usia dini dari lingkungan sekitar yang jumlahnya semakin sedikit.
2.      Banyaknya lembaga PAUD yang lebih baik dan berkualitas berdiri di sekitar lembaga kita.

Sementara maksud dari analisa SWOT sendiri adalah untuk meneliti dan menentukan dalam hal manakah lembaga itu:
a.       Kuat ( sehingga dapat dioptimalkan)
b.      Lemah(sehingga dapat dibenahi)
c.       Kesempatan-kesempatan di luar (untuk dimanfaatkan)
d.      Ancaman-ancaman dari luar (untuk di antisipasi)
Langkah-langkah SWOT:
a.       Identifikasi semua hal yang berkaitan dengan SWOT
b.      Tentukan faktor penghambat dan faktor pendukung
c.       Tentukan alternatif langkah/program/kegiatan
d.      Rumuskan tujuan dari masing-masing langkah/program/kegiatan
e.       Ambil keputusan yang paling prioritas.
Penutup
            Analisis SWOT secara sederhana dipahami sebagai pengujian terhadap kekuatan dan kelemahan internal sebuah organisasi /lembaga, serta kesempatan dan ancaman lingkungn eksternalnya. SWOT adalah perangkat umum yang didesian yang digunakan sebagai langkah awal dalam proses pembuatan keputusan dan sebagai perencanaan strategis dalam berbagai terapan (Johson,dkk, 1989; Bartol dkk,1991)
            Jika analisis SWOT ini digunakan dengan benar maka dimungkinkan bagi lembaga untuk mendapatkan gambaran menyeluruh mengenai situasi lembaga. Sedangkan pemahaman mengenai faktor-faktor eksternal (yang terdiri atas ancaman dan kesempatan)  yang dikolaborasikan dengan suatu pengujian mengenai kekuatan dan kelemahan lembaga akan membantu dalam mengembangkan sebuah  visi  tentang masa depan lembaga, sehingga sebuah lembaga akan terus eksis dan kreatif untuk melakukan pengembangan-pengembangan yang semua itu akhirnya akan sangat berpengaruh terhadap peningkatan kualitas pendidikan anak usia dini.
Wallahu ‘alam

Referensi : dari berbagai sumber
             *Suwarsi, S.Si, M.Si
              Alumnus S2 Psikologi UMS
                Pengelola KBIT-TKIT Insan Kamil Karanganyar

              Tokoh Inspiratif Pendidikan JSIT Jawa Tengah 2015
 
View More Posts

Carousel

Post With Title

Copyright © 2014 SUWARSI OFFICIAL WEBSITE